A.
MAKNA
PERADABAN ISLAM
Islam
yang diturunkan sebagai din, sejatinya telah memiliki konsep seminalnya sebagai
peradaban. Sebab kata din itu sendiri telah membawa makna keberhutangan,
susunan kekuasaan, struktur hukum, dan kecenderungan manusia untuk membentuk
masyarakat yang mentaati hukum dan mencari pemerintah yang adil. Artinya dalam
istilah din itu tersembunyi suatu sistem kehidupan. Oleh sebab itu ketika din
(agama) Allah yang bernama Islam itu telah disempurnakan dan dilaksanakan di
suatu tempat, maka tempat itu diberi nama madinah Dari akar kata din dan madinah ini lalu dibentuk akar kata baru
madana, yang berarti membangun, mendirikan kota, memajukan, memurnikan dan
memartabatkan. Dari akar kata madana lahir kata benda tamaddun yang secara
literal berarti peradaban yang berarti
juga kota berlandaskan kebudayaan atau
kebudayaan kota
a.
Islam sebagai peradapan
Islam
tersebar, menguasai dan menyelamatkan (mengislamkan) masyarakat di kawasan kawasan
yang didudukinya. Tidak ada eksploitasi sumber alam untuk dibawa ke daerah
darimana Islam berasal. Tidak ada pertambahan kekayaan bagi jazirah Arab. Tidak
ada kemiskinan akibat masuknya Muslim ke kawasan yang didudukinya.
Daerah-daerah yang dikuasai atau diselamatkan ummat Islam justru menjadi kaya
dan makmur. Itulah watak peradaban Islam yang sangat berbeda dari peradaban
Barat yang eksploitatif.
b.
Substansi peradaban Islam
Menurut
Ibn Khaldun, wujud suatu peradaban merupakan produk dari akumulasi tiga elemen
penting yaitu 1) kemampuan manusia untuk berfikir yang menghasilkan sains dan
teknologi 2) kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan politik dan militer
dan 3) kesanggupan berjuang untuk hidup. Jadi kemampuan berfikir merupakan
elemen asas suatu peradaban. Suatu bangsa akan beradab (berbudaya) hanya jika bangsa
itu telah mencapai tingkat kemapuan intelektual tertentu. Sebab kesempurnaan
manusia ditentukan oleh ketinggian pemikirannya. Suatu peradaban hanya akan
wujud jika manusia di dalamnya memiliki pemikiran yang tinggi sehingga mampu
meningkatkan taraf kehidupannya. Suatu pemikiran tidak dapat tumbuh begitu saja
tanpa sarana dan prasarana ataupun supra-struktur dan infra-struktur yang
tersedia. Dalam hal ini pendidikan merupakan sarana penting bagi tumbuhnya
pemikiran, namun yang lebih mendasar lagi dari pemikiran adalah struktur ilmu
pengetahuan yang berasal dari pandangan hidup. Untuk menjelaskan bagaimana
pemikiran dalam peradaban Islam merupakan faktor terpenting bagi tumbuh
berkembangnya peradaban Islam.
substansi peradaban Islam adalah pokok-pokok
ajaran Islam yang tidak terbatas pada sistem kepercayaan, tata pikir, dan tata
nilai, tapi merupakan super-sistem yang meliputi keseluruhan pandangan tentang
wujud, terutamanya pandangan tentang Tuhan. Jika pandangan hidup itu
berakumulasi dalam tata pikiran seseorang ia akan memancar dalam keseluruhan
kegiatan kehidupannya dan akan menghasilkan etos kerja dan termanifestasikan
dalam bentuk karya nyata.
c.
Tradisi intelektual Islam
Bagaimanakah
pandangan alam Islam itu tumbuh dan berkembang dalam pikiran seseorang dan
kemudian menjadi motor bagi perubahan sosial umat Islam merupakan proses yang
panjang. Secara historis tradisi intelektual dalam Islam dimulai dari pemahaman
terhadap al-Qur'an yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad saw, secara berturut-turut dari periode Makkah awal,
Makkah akhir dan periode Madinah. Kesemuanya itu menandai lahirnya pandangan
alam Islam. Di dalam al-Qur'an ini terkandung
konsep-konsep seminal yang kemudian dipahami, ditafsirkan dan dikembangkan oleh
para sahabat, tabiin, tabi' tabiin dan para ulama yang datang kemudian.
Konsep ilm yang dalam al-Qur'an bersifat umum, misalnya dipahami dan
ditafsirkan para ulama sehingga memiliki berbagai definisi. Cikal bakal konsep
Ilmu pengetahuan dalam Islam adalah konsep-konsep kunci dalam wahyu yang
ditafsirkan kedalam berbagai bidang kehidupan dan akhirnya berakumulasi dalam
bentuk peradaban yang kokoh.
B.
SUMBANGAN
ISLAM KEPADA BARAT
Untuk
melihat watak atau karakteristik peradaban Islam, ada baiknya jika dilihat dari
apa yang disumbangkan Islam kepada peradaban lain, khususnya Barat. Atau dengan
perkataan lain apa yang dimanfaatkan peradaban lain dari Islam telah
menunjukkan karakter peradaban Islam itu sendiri. Fakta sejarah membuktikan
bahwa di Spanyol orang-orang Kristen tenggelam kedalam apa yang disebut sebagai
mozarabic culture. Kultur Islam yang dominan inilah mungkin yang memberi
sumbangan besar bagi lahirnya pandangan hidup baru di Barat.
Meskipun demikian kita tidak bisa mengambil kesimpulan
bahwa karena konsep-konsep penting di dalam kebudayaan Barat itu hasil adapsi
dari peradaban Islam, maka kita dapat mengambil kembali begitu saja
konsep-konsep itu langsung dari Barat, tanpa proses. Sebab orang-orang Barat
mengambil konsep-konsep itu dengan proses epistemologis yang panjang yang pada
akhirnya menghasilkan konsep-konsep yang sudah tidak lagi dapat dikenali konsep
aslinya, yaitu Islam.
C.
KEMUNDURAN PERADAPAN ISLAM
Kemunduran
suatu peradaban tidak dapat dikaitkan dengan satu atau dua faktor saja. Karena
peradaban adalah sebuah organisme yang sistemik, maka jatuh bangunnya suatu
perdaban juga bersifat sistemik. Dan secara umum dibedakan menjadi 2 faktor
penyebab kemunduran peradaban yaitu eksternal dan internal
Untuk menjelaskan faktor penyebab kemunduran
umat Islam secara eksternal kita rujuk paparan al-Hassan yang secara khusus
menyoroti kasus kekhalifahan Turkey Uthmani, kekuatan Islam yang terus bertahan
hingga abad ke 20. Faktor-faktor tersebut adalah sbb:
1. Faktor ekologis dan alami, yaitu
kondisi tanah di mana negara-negara Islam berada adalah gersang, atau semi
gersang, sehingga penduduknya tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan tertentu.
Kondisi ekologis ini memaksa mereka untuk bergantung kepada sungai-sungai
besar, seperti Nil, Eufrat dan Tigris. Secara agrikultural kondisi ekologis
seperti ini menunjukkan kondisi yang miskin.
2. Faktor eksternal. Faktor
eksternal yang berperan dalam kajatuhan peradaban Islam adalah Perang Salib,
yang terjadi dari 1096 hingga 1270, dan serangan Mongol dari tahun 1220-1300an.
3. Hilangnya Perdagangan Islam Internasional dan
munculnya kekuatan Barat..
Menurut
ibn kholdun penyebab runtuhnya suatu peradapan lebih ke internal dari
pada eksternal. Seperti contohnya peradaban Andalusia. Secara ringkas jatuhnya
suatu peradaban dalam pandangan Ibn Khaldun ada 10, yaitu: 1) rusaknya
moralitas penguasa, 2) penindasan penguasa dan ketidak adilan 3) Despotisme
atau kezaliman 4) orientasi kemewahan masyarakat 5) Egoisme 6) Opportunisme 7)
Penarikan pajak secara berlebihan 8) Keikutsertaan penguasa dalam kegiatan ekonomi
rakyat 9) Rendahnya komitmen masyarakat terhadap agama dan 10) Penggunaan pena
dan pedang secara tidak tepat.
D.
MEMBANGUN
PERADABAN ISLAM
Membangun kembali peradaban Islam memerlukan
beberapa prasyarat konseptual. Pertama, memahami sejarah jatuh bangunnya
peradaban Islam dimasa lalu, kedua, memahami kondisi ummat Islam masa
kini dan mengidentifikasi masalah atau problematika yang sedang dihadapi ummat
Islam masa kini. Dan ketiga, sebagai prasyarat bagi poin kedua, adalah
memahami kembali konsep-konsep kunci dalam Islam. Sedangkan yang kedua
akan kita bahas khususnya untuk mencari solusi yang berupa langkah-langkah
strategis dan juga praktis. Pada saat yang sama kita perlu memahami Islam
dengan menggali konsep baru dalam berbagai bidang sehingga dapat membentuk
bangunan baru peradaban Islam yang mampu menghadapi tantangan zaman.
·
Kondisi umat islam,
secara optimistik sejatinya kondisi ummat Islam
secara umum pada dekade ini tidaklah seburuk kondisi ummat Islam pada saat
kekhalifahan Islam jatuh ke tangan musuh. Namun, jika kita lebih bersikap
introspektif maka akan kita temui bahwa umat Islam kini belum mampu berprestasi
seperti, apalagi mengungguli, prestasi ummat Islam di zaman dulu. Muslim kini
lebih banyak menguasai ilmu-ilmu yang dihasilkan oleh kebudayaan dan pandangan
hidup Barat. Berikut ini akan diidentifikasi apa akar masalah yang menggelayuti
ummat Islam saat ini dan apa langkah-langkah yang perlu diprioritaskan untuk
segera diambil dalam rangka membangun peradaban Islam.
·
Identifikasi masalah umat
Kini sudah jelas bagi kita kaum Muslimin bahwa
akar masalah yang sedang kita hadapi ini sesungguhnya terletak pada masalah di
sekitar pengertian ilmu. Akal pikiran kita telah diliputi oleh masalah sifat
dan tujuan ilmu yang salah…orang Islam telah terpedaya dan secara tidak sadar
telah menerima pengertian ilmu yang dianggap sama dengan pengertian kebudayaan
Barat.
Kalau di zaman dulu problem yang dihadapi ummat
Islam adalah tantangan ekstern dan intern seperti agresi militer, instabilitias
politik, keterpurukan ekonomi, kerusakan moralitas masyarakat dan pemimpin,
maka di zaman kita sekarang ini tantangan ekstern dan internnya lebih kompleks
dan bermuara pada masalah ilmu pengetahuan.
Jadi tantangan eksternal ummat Islam dewasa ini
yang berbentuk ilmu pengetahuan itu adalah derasnya arus pemikiran Barat yang
masuk kedalam pemikiran Muslim dalam bentuk konsep-konsep kunci yang sarat
dengan nilai-nalai Barat. Berikut akan dijelaskan problem ekternal dan internal
sekaligus.
·
Tantangan pemikiran dan dampaknya
Dalam menghadapi tantangan pemikiran orang
barat diperlukan dalam kajian Islam di Indonesia adalah menggali kembali
khazanah ilmu pengetahuan Islam dan menguasai pemikiran dan kebudayaan asing
terutama Barat khususnya tentang pandangan hidupnya, filsafatnya,
epistemologinya, sains dan teknologinya agar ummat Islam melahirkan
konsep-konsep Islam dalam berbagai bidang dan dalam konteks kekinian atau
kontemporer. Namun masalahnya ummat Islam sendiri masih menghadapi problem
internalnya.
·
Problem
pendidikan Islam
Selain problem keilmuan yang berasal dari
masuknya konsep-konsep, ide-ide dan paham-paham asing, secara internal ummat
Islam juga memiliki problem yang tidak kalah seriusnya. Problem yang pertama
adalah lemahnya tradisi pengkajian ilmu-ilmu pengetahuan doktrinal maupun
pengetahuan spekulatif. Kelemahan ini mengakibatkan miskinnya konsep-konsep
baru yang rasional sehingga isu-isu yang dibawa oleh kelompok modernis ataupun
rasionalis yang sebenarnya tidak berasal dari tradisi intelektual Islam
dianggap sebagai sesuatu yang baru dan dianggap menyegarkan. Padahal ia lebih
merupakan adopsi dari pandangan Barat ataupun Orientalis yang masih perlu
dikritisi. Tapi lagi-lagi tradisi kritik (naqd) belum menjadi mekanisme
intelektual yang mapan.
·
Sistem
pendidikan pesantren
Pesantren di Indonesia terdiri dari dua sistem
yaitu tradisional dan modern. Keduanya mempunyai missi tafaqquh fi al din, artinya
lembaga pendidikan yang bertujuan khusus mempelajari agama. Pada pesantren
tradisional missi ini dijabarkan secara kurikuler dalam bentuk kajian kitab
kuning yang terbatas pada Fiqih, Aqidah, Tata Bahasa Arab, Hadith, Tasawwuf
dan Tarekat, Akhlak, dan Sirah. Sementara itu bagi pesantren modern missi ini
diwujudkan dalam bentuk kurikulum yang diorganisir dengan menyederhanakan
kandungan kitab kuning sehingga bersifat madrasi dan melengkapinya
dengan mata pelajaran ilmu-ilmu yang biasa disebut "ilmu pengetahuan
umum"
- Sistem madrasah
Sistem pendidikan madrasah yang dikembangkan
pemerintah sebenarnya diharapkan mampu menciptakan pelajar-pelajar yang
mengetahui dan menguasai ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum sekaligus. Sistem
pendidikan madrasah mulanya didesain sebagai konvergensi kurikulum pendidikan
pondok dan sekolah umum yang sedikit banyak serupa dengan kurikulum pesantren
modern. Namun pengembangan program-program khusus atau jurusan tertentu yang
memisahkan ilmu farÌu 'ayn dan ilmu farÌu kifÉyah dengan tanpa
konsep yang jelas, peran madrasah dalam mengeliminir dikhotomi ilmu
dalam pendidikan Islam semakin tidak nampak. Di sisi lain kegagalan sistem
madrasah juga dapat dilihat dari fakta dimana prestasi kebanyakan murid-murid
madrasah dalam bidang
- Perguruan tinggi
Terlepas dari peran kemasyarakat yang dimainkan
oleh sistem pesantren, kekurangan yang paling menonjol adalah ketidakmampuan
keduanya dalam mengembangkan tingkat tingginya atau perguruan tingginya. Yakni
perguruan tinggi yang khas dibangun sebagai kelanjutan tradisi intelektual
Islam atau sekurang-kurangnya dibangun berdasarkan pada tradisi keilmuan di pesantren.
Jenjang pendidikan tinggi dalam bentuk institut atau universitas yang merupakan
lanjutan bagi kajian ilmu-ilmu keislaman di pesantren nampaknya belum terwujud.
Akibatnya khazanah ilmu pengetahuan Islam tidak dikaji secara intensif, apalagi
dikaji dan difahami dalam konteks kekinian.
E.
MEMBANGKITKAN
TRADISI KEILMUAN
Jika substansi peradaban
Islam adalah pandangan hidupnya, maka membangun kembali peradaban Islam adalah
memperkuat pandangan hidup Islam. Hal ini dilakukan dengan menggali
konsep-konsep penting khazanah ilmu pengetahuan Islam dan menyebarkannya agar
dimiliki oleh kaum terpelajarnya yang secara sosial berperan sebagai agen
perubahan dan yang secara individual akan menjadi decision maker.
Sesungguhnya proses
pembaharuan atau Islamisasi yang berulang-ulang dalam tradisi pemikiran Islam
ini telah di ramalkan oleh Nabi sendiri dalam hadithnya tentang tajdid.
(Sunan Abu Dawud). Namun proses Islamisasi tidak melulu berarti menyesuaikan
unsur-unsur asing dengan Islam dan tidak pula bermakna bahwa ajaran asasi agama
Islam itu usang dan perlu diperbaharui agar sesuai dengan keadaan zaman yang
terus menerus berubah. Proses tajdid diperlukan karena pemahaman ummat
Islam terhadap ajaran Islam, dan bukan karena ajaran Islamnya, telah semakin
jauh dari bentuk dan sifat aslinya. Perlu ditekankan disini bahwa dalam tradisi
Islam (sunnah) setiap usaha pembaharuan (tajdid) pamahaman
dan penafsiran Islam selalu merujuk kepada kebenaran yang mutlak yang termaktub
dalam al-Qur’an. Ini sangat berbeda secara diametris dengan pemikiran dalam
kebudayaan Barat yang sifatnya terus menerus mencari dan tidak memiliki rujukan
yang mutlak dan pasti, sehingga pendapat atau pemahaman yang baru mesti menolak
pendapat yang lama dan seterusnya. Pembaharuan dalam Islam bukan menolak atau
menghapuskan pendapat lama atau konsep asalnya tapi merupakan rekonseptualisasi
yang kreatif berdasarkan akumulasi pemikiran lama yang dijalin dalam ikatan
tradisi dan otoritas.
F.
MEMBANGUN
IDIVIDU MELALUI UNIVERSITAS
Untuk memperbaiki keadaan ini, maka umat Islam
harus mengarahkan target pendidikan kepada pembangunan individu yang memahami
tentang kedudukannya baik di depan Tuhan, di hadapan masyarakat dan di dalam
dirinya sendiri. Dengan kata lain pembangunan masyarakat harus dilandaskan pada
konsep pengembangan individu yang beradab. Menurut al-Attas pembentukan
individu yang beradab tersebut, secara strategis, dapat dimulai dari pendidikan
universitas.. Di semua negara universitas
adalah tempat dimana individu-individu yang menonjol menjalani pendidikan dan
latihan, guna mengatasi kemiskinan sumber daya alam dan manusia. Sebenarnya,
pendidikan tingkat dasar dan menengah hanyalah persiapan menuju universitas.
Betapapun baiknya reformasi pendidikan dasar dan menengah lanjutan, jika sistem
pendidikan tinggi, terutamanya universitas, tidak direformasi sesuai dengan
kerangka epistimologi dan pandangan hidup Islam, ia akan mengalami kegagalan.
Dengan menekankan pendidikan tinggi maka kekurangan-kekurangan yang ada di
pendidikan tingkat rendah dapat diperbaiki.
Agar universitas benar-benar Islami dan
merupakan medium pengembangan individu, maka sebuah universitas harus harus
merupakan refleksi dari insan kamil ataupun universal dan mengarah kepada
pembentukan insan kamil.
G. Sinerji pembangunan peradaban
Jika kita menengok sejarah kejayaan Islam di
Baghdad maka kita akan temui gerakan pengembangan ilmu pengetahuan yang
bersinergi. Gerakan yang dimulai dengan penterjemahan karya-karya asing,
khususnya Yunani itu bukan gerakan seporadis atau gerakan pinggiran. Gerakan
itu didukung oleh elit masyarakat Baghdad: seperti khalifah dan putera
mahkotanya, pegawai negara dan pimpinan militer, pengusaha dan bankers,
dan sudah tentu ulama dan saintis.
Ini menunjukkan bahwa pengembangan ilmu
pengetahuan adalah sentral sifatnya. Dari perkembangan ilmu inilah kemudian
dikembangkan bidang-bidang lain baik secara simultan ataupun secara gradual.
Ilmu, sudah barang tentu, diperlukan oleh semua kelompok apapun orientasi dan
strategi perjuangannya. Pembangunan politik, ekonomi, pendidikan, perbankan
Islam dan lain sebagainya tidak bisa tidak harus dimulai dari ilmu. Mungkin
diagram dibawah ini dapat menggambarkan konsep tersebut. Oleh sebab itu sebagai
implikasinya, jika ilmu memberi amunisi kepada seluruh pihak dari penguasa, pengusaha,
pedagang, politisi, militer, dan sebaginya maka semua pihak yang memerlukan
ilmu perlu menyokong proyek pengembangan ilmu pengetahuan Islam. Meskipun tidak
dapat sepenuhnya mendapat dukungan seperti di zaman Abbasiyah,
sekurang-kurangnya kesadaran semua pihak akan pentingnya ilmu pengetahuan Islam
untuk semua bidang kehidupan perlu ditanamkan. Masyarakat Muslim perlu terus
menerus mendapat pengarahan akan pentingnya bidang ini.
"Tugas Peradaban Islam''
0 komentar:
Posting Komentar